Kemenko PMK Dorong Percepatan Capaian Program Kelanjutusiaan Lewat Penguatan Koordinasi Lintas Sektor

KEMENKO PMK — “Isu lanjut usia bukan hanya tentang kesejahteraan sosial, tetapi juga tentang martabat dan keberlanjutan bangsa. Karena itu, kita harus memastikan setiap program dan indikator berjalan dengan hasil nyata di lapangan,” tegas Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Lisa, saat membuka Rapat Koordinasi Tingkat Eselon I mengenai Monitoring Capaian Indikator Prioritas Nasional (PN), Program Prioritas (PP), dan Kegiatan Prioritas (KP) Bidang Lanjut Usia (PN IV) di Kantor Kemenko PMK, Jakarta pada Rabu (5/11/2025).

Dalam paparannya, Lisa menegaskan bahwa kesejahteraan lansia tidak bisa ditangani secara sektoral. “Kita perlu bergerak dalam satu irama. Setiap kementerian harus memastikan programnya saling terhubung, karena kesejahteraan lansia tidak hanya soal bantuan sosial, tapi juga kesehatan, pemberdayaan, dan lingkungan yang ramah lansia,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tantangan utama dalam integrasi data lintas sektor. “Kebijakan yang kuat harus berbasis bukti. Tanpa data terintegrasi, kebijakan kita akan selalu reaktif. Karena itu, Kemenko PMK mendorong integrasi SATUSEHAT (Kemenkes), DTSEN (Kemensos), SIGA (BKKBN), dan SILANI (Bappenas) agar kita memiliki peta yang jelas dalam menargetkan intervensi untuk lansia,” jelasnya.

Selain itu, Lisa menyampaikan bahwa pasca pembubaran Komnas Lansia, diperlukan penguatan kelembagaan yang berfungsi sebagai simpul koordinasi nasional.

 “Kami mendorong terbentuknya platform koordinasi yang mampu menyatukan langkah semua pihak—pusat dan daerah—agar kebijakan untuk lansia tidak berjalan sendiri-sendiri,” katanya. Ia juga menekankan pentingnya dukungan fiskal dari pemerintah daerah.

 “Pemda perlu berkomitmen mengalokasikan anggaran bagi program lansia. Lansia adalah warga negara yang harus dilayani, bukan dibiarkan,” tegasnya.

Berdasarkan data BPS dan Kemensos, hingga tahun 2024 jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai 33,9 juta jiwa atau 12 persen dari total populasi. Rasio ketergantungan meningkat menjadi 17,76 persen, sementara usia harapan hidup naik menjadi 72,39 tahun. Namun demikian, lebih dari 80 persen lansia belum memiliki dana pensiun memadai, dan sekitar 11,6 persen di antaranya memerlukan layanan Perawatan Jangka Panjang (PJP).

Dari sisi kesehatan, Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung masih menjadi tiga besar penyebab penurunan kualitas hidup lansia. Hingga triwulan III tahun 2025, baru 50 persen puskesmas yang melaksanakan skrining kesehatan lansia sesuai standar, serta 20 persen rumah sakit yang menyediakan layanan geriatri terpadu.

Target RPJMN 2029 menargetkan 90 persen puskesmas santun lansia dan 50 persen rumah sakit dengan layanan geriatri terpadu.

Sementara itu, Kementerian PPN/Bappenas menyoroti arah strategis pembangunan lansia dalam RPJMN 2025–2029. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan, Maliki, Ph.D., menyampaikan bahwa Indonesia kini bergerak cepat menuju struktur penduduk menua, di mana satu dari lima penduduk akan berusia di atas 60 tahun pada tahun 2045.

“Kita tidak hanya ingin lansia hidup lebih lama, tapi juga lebih sehat, produktif, dan berdaya. Karena itu, pendekatan pembangunan harus berubah dari sekadar perlindungan menjadi pemberdayaan,” jelasnya.

Menurut Maliki, Strategi Nasional Kelanjutusiaan 2025–2029 yang sedang disusun akan menekankan pada perluasan jaminan sosial, peningkatan layanan kesehatan, serta pembentukan lingkungan yang ramah lansia.

 “Lansia bukan sekadar penerima manfaat, tapi juga kontributor kebijakan. Mereka punya pengetahuan dan pengalaman yang harus diakui,” ujarnya.

Ia menambahkan, pada tahun 2029 diharapkan setidaknya 50 persen pemerintah provinsi sudah melibatkan lansia dalam penyusunan kebijakan daerah.

 “Dengan melibatkan mereka secara aktif, kita tidak hanya menumbuhkan rasa dihargai, tapi juga memperkuat inklusivitas sosial yang menjadi jiwa pembangunan manusia,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Sosial melaporkan bahwa program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) bagi lansia telah mencapai 83,94 persen dari target 37.370 penerima manfaat. Program Permakanan Lansia juga telah menjangkau lebih dari 101.000 orang di 190 kabupaten/kota. Selain itu, Kemensos tengah mengembangkan Indeks Kesejahteraan Sosial Lansia (IKESOS) sebagai alat ukur terpadu kesejahteraan lansia di seluruh provinsi.

Dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Nopian, menjelaskan bahwa pergeseran dari keluarga besar tradisional menuju keluarga inti modern telah menciptakan tantangan baru bagi lansia yang sebelumnya bergantung pada sistem dukungan keluarga. Ia menambahkan, capaian indikator “Persentase Lansia yang Mendapat Pendampingan” meningkat menjadi 10 persen pada 2025, naik dari baseline 8,19 persen tahun sebelumnya. Program Bina Keluarga Lansia (BKL) terus diperkuat untuk menumbuhkan dukungan keluarga dalam perawatan dan pemberdayaan lansia, dengan target mencapai 18 persen pada 2029.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri menegaskan dukungan kebijakan melalui Permendagri Nomor 14 Tahun 2025, yang mewajibkan daerah memasukkan isu dan program kelanjutusiaan sebagai prioritas lintas sektor dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan Rencana Strategis (Renstra) perangkat daerah terkait, termasuk pelibatan Komda Lansia dalam forum Musrenbang daerah.

Di sisi lain, Kantor Staf Presiden (KSP) juga menegaskan perannya dalam mengawal percepatan kebijakan kelanjutusiaan. Tenaga Ahli Utama KSP, Iwan, menjelaskan bahwa mandat KSP sesuai Perpres Nomor 83 Tahun 2019 adalah membantu mengoordinasikan dan menyelesaikan hambatan strategis, termasuk percepatan penetapan Stranas Lansia 2025–2029 dan penyusunan Roadmap Sistem Perawatan Jangka Panjang (PJP) bersama kementerian/lembaga terkait.

 “Langkah ini penting agar isu kelanjutusiaan dapat terintegrasi dalam perencanaan dan penganggaran di tingkat APBD, dengan dukungan teknis dari Kemendagri dan Kemenko PMK,” jelasnya.

Menanggapi seluruh laporan tersebut, Lisa menegaskan empat langkah tindak lanjut yang akan segera diambil: (1) integrasi data lintas K/L, (2) percepatan penyusunan Stranas Kelanjutusiaan sebagai payung pelaksanaan program/kegiatan di pusat dan daerah, (3) peningkatan kapasitas tenaga geriatri dan caregiver, serta (4) penguatan komitmen pemerintah daerah dalam penganggaran program lansia.

Menutup rapat, Lisa menyampaikan pesan yang menggugah:
“Kita tidak sedang bicara tentang statistik, tapi tentang manusia. Tentang ayah, ibu, dan kakek-nenek kita yang telah berjuang untuk negeri ini. Tugas kita adalah memastikan mereka menua dengan sehat, berdaya, dan bermartabat,” ujarnya dengan hangat.

Kontributor Foto:
Reporter: