Pengelolaan Data Penduduk Miskin di Aceh Terus Disempurnakan

Jakarta (12/3) -- Pemerintah terus mendorong pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) khususnya untuk Provinsi Aceh. Hal itu dimaksudkan agar pendataan jumlah penduduk miskin di Kota Serambi Mekah tersebut lebih jelas dan terorganisir.

Menurut data yang ada saat ini, Provinsi Aceh memiliki persentase penduduk miskin mencapai 15% atau masih di atas rata-rata persentase kemiskinan nasional yaitu 9,22%. 

Plt. Asisten Deputi Penanganan Kemiskinan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ade Rustama mengatakan bahwa berbagai upaya perbaikan terus dilakukan. Mulai dari perbaikan kebijakan dalam pelaksanaannya maupun perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang menjadi sumber data dalam program penanggulangan kemiskinan.
 
"Pemutakhiran DTKS harus dilakukan secara dinamis. Tidak hanya data yang telah ada dalam DTKS, namun juga data yang masih berada di luar DTKS terutama masyarakat yang layak mendapatkan bantuan tetapi belum terdata dalam DTKS," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Evaluasi dan Strategi Peningkatan Ketepatan Sasaran Penerima Bantuan Sosial melalui Pemuktahiran DTKS Tahun 2020 Provinsi Aceh.

Pada rapat tersebut, Pusdatin Kementerian Sosial juga mengungkap strategi perbaikan kualitas DTKS. Sedangkan dari TNP2K menjelaskan pemanfaatan basis data terpadu kesejahteraan sosial dalam rangka untuk meningkatkan ketepatan sasaran program bantuan sosial. Dinas Provinsi Aceh memaparkan tentang progress perkembangan pemuktahiran DTKS di Provinsi Aceh, termasuk berbagai kendala yang dihadapi.

Terungkap bahwa sejumlah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh tidak aktif dalam melakukan verifikasi dan validasi DTKS. Antara lain yaitu Kabupaten Simeuleu, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kota Sabang dan Kota Subulussalam.

Dari 23 kabupaten kota hanya Aceh Selatan, Aceh Timur, Gayo Luwes, dan Aceh Tamiang yang persentase pemuktahiran DTKS di atas 50%.
 
Setelah dianalisis, salah satu permasalahan dalam pemuktahiran data yakni masih kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan dalam pemutakhiran data di tataran pemerintahan desa sebagai ujuk tombak pemuktahiran data.

Beberapa solusi yang sudah ada dan digadang mampu mengatasi permasalahan pemutakhiran DTKS, diantaranya, pertama pemerintah daerah diharapkan dapat mengalokasikan APBD untuk verivali DTKS. Kedua untuk mendukung proses perbaikan kualitas DTKS, perlu dilakukan bimbingan teknis kepada para operator yang akan dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial.

Ketiga dalam rangka untuk memanfaatkan data DTKS dalam program-program bantuan sosial yang dianggarkan melalui APBN ataupun dari APBD, TNP2K membuka kesempatan kepada Pemerintah daerah yang berkeinginan untuk peningkatan SDM pengelola DTKS untuk dapat magang di TNP2K dan akan diberikan pelatihan teknis untuk pemanfaatn DTKS.

Pada prinsipnya, ungkap Ade, rakor diselenggarakan untuk menyamakan persepsi terkait kebijakan pengelolaan DTKS antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Selain itu juga untuk menyosialisasikan pentingnya meningkatkan keaktifan pemerintah daerah dalam melakukan verifikasi dan validasi DTKS.
  
"Harapannya pemerintah kabupaten/kota bisa semakin aktif dalam melakukan verifikasi dan validasi DTKS demi memperbaiki data penduduk miskin dan rentan yang ada di daerahnya masing-masing," pungkas Ade.

Kegiatan rakor diikuti oleh 23 Kab/Kota terdiri dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Sosial, Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat, dan Dinas Registrasi Kependudukan di Provinsi Aceh. Sedangkan pembicara dalam rakor ini selain dari Kemenko PMK, juga hadir Pusdatin Kemsos, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Dinas Sosial Provinsi Aceh.